FILSAFAT
ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA
Filsafat Ilmu Pendidikan
Matematika adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki (hakekat pelaksanaan
pendidikan matematika yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara
dan hasilnya. Serta hakekat ilmu pendidikan matematika yang berkaitan dengan
analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.) sedalam dan seluas mungkin
segala sesuatu mengenai semua ilmu Pendidikan Matematika, terutama hakekatnya,
tanpa melupakan metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai
ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu
dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak
konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan
realitas hidup kita.
Filsafat , philosophy, dalam
bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani mempunyai arti cinta akan
kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan
sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan
realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu
menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa itu hidup?
Mengapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut
sejatinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya,
apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan
baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai “binatang
berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya sebagai ”Makhluk Allah” yang
berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai hal itu
diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan Matematika.
Filsafat ilmu
pendidikan matematika dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu :
a. Ontologi ilmu
pendidikan matematika
Ontologi adalah teori
mengenai apa yang ada, dan membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh
satu perwujudan tertentu. Eksistensi dari entitas-entitas matematika juga
menjadi bahan pemikiran filsafat. Adapun metode-metode yang digunakan antara
lain adalah:abstraksi fisik yang dimana berpusat pada suatu obyek, Abstraksi bentuk adalah sekumpulan obyek
yang sejenis, Abstraksi metafisik
adalah sifat obyek yang general. Jadi, matematika ditinjau dari aspek ontologi,
dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti
yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita
ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental.
b. Epitemologi
Matematematika
Epistemologi merupakan salah satu bagian dari
filsafat dimana pemikiran reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti
kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan,
validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Jadi, matematika jika
ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan
konsep-konsep yang kongkrit, kontektual, dan terukur matematika dapat
memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan struktur mental seseorang
bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa melalui proses asimilasi dan
akomodasi.
c. Aksiologi Matematika
Aksiologi yaitu
nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang
mengembangkan ilmu. Aksiologi : Filsafat nilai, menguak baik buruk, benar-salah
dalam perspektif nilai Aksiologi matematika sendiri terdiri dari etika yang
membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan,
dan estetika yang membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada
kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya
dalam kehidupan. Jadi, jika ditinjau dari aspek aksiologi, matematika seperti
ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan kontribusi perubahan bagi
kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia
ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika. Dimulai dengan pertanyaan dasar
untuk apa penggunaan pengetahuan ilmiah? Apakah manusia makin cerdas dan makin
pandai dalam mencapai kebenaran ilmiah,maka makin baik pula perbuatanya.
KARAKTERISTIK
MATEMATIKA DAN
HAKEKAT
PEMBELAJARAN MATEMTAIKA
Karakteristik
Matematika
Untuk
memahami karakteristik daripada matematika maka harus dipahami terlebih dahulu
hakekat matematika. Menurut Hudoyo (1979:96), hakekat matematika berkenaan
dengan ide-ide struktur - struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut
urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak.
Jika matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka
simbol-simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang
beroperasi di dalam struktur-struktur.
Beberapa hakekat atau
definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
1. Matematika sebagai cabang ilmu
pengetahuan eksak atau struktur yang teroganisir secara sistematik.
Agak berbeda dengan
ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang
terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema
(termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2. Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering
dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan
pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau
matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif
(umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the
way of thinking).
Matematika dapat pula
dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti
matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan
yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5. Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri
yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol
yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu
konteks.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis
dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan
menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya
merupakan seni berpikir yang kreatif.
Berdasarkan
uraian-uraian hakikat matematika di atas maka dapat di simpulkan bahwa
karakteristik- karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan berikut:
a. Memiliki Kajian Objek Abstrak.
b. Bertumpu Pada Kesepakatan.
c. Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan
pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa
nyata atau intuisi.
d. Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti.
Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e. Memperhatikan Semesta Pembicaraan.
Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan
dalam lingkup model yang dipakai.
f. Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika
terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas.
Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada
kemungkinan timbul kontradiksi.
A. Matematika memiliki objek kajian yang
abstrak.
Di dalam matematika
objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut sebagai objek
mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek pikiran yang meliputi
fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari objek-objek dasar
tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun objek-objek tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi
yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh simbol bilangan “3” sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika
di sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan
sebalikbya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah
di pahami bahwa yang dimaksud adalah
“tiga di tambah empat”.
2. Konsep (abstrak) adalah ide abstrak yang
dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek.
Apakah objek tertentu merupakan suatu konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama
suatu konsep abstrak, “Bilangan asli” adalah nama suatu konsep yang lebih
komplek, konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya
“matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”. Konsep berhubungan erat dengan
definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi
ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang
didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep
tertentu.
3. Operasi (abstrak) adalah pengerjaan
hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Sebagai contoh
misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”. Unsur-unsur yang
dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu
fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh
elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
4. Prinsip (abstrak) adalah objek matematika
yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang
dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapatlah
dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat
berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan sebagainya.
B. Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika
kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar
adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk
menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai
postulat (sekarang) ataupun pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak
perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang
selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat
konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk
konsep baru melalui pendefinisian.
C. Berpola pikir deduktif
Dalam matematika
sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir
deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat
terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Contoh: Banyak teorema
dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus,
misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam
suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus
dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi
terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip
diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya
secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum kita
mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apakontribusi
konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.
D. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas
terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan
huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model
matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun
geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan,
misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga
tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan
tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model
itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari
arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu
memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
E. Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan
penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam
matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika
diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup
pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila
lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu
transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan.
Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika
sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.
Contoh: Dalam semesta
pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya?
Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh
hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka
jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban
yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau
penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya
adalah “himpunan kosong”.
F. Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika
terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi
juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal
sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem
geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem
aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu
sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang
“kecil” yang berkaitan satu sama lain.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus
menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau
telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y
haruslah sama dengan p.
Hakikat
Pembelajaran Matematika
Mengetahui
matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk
menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif
secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya
untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan,
menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah
(Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (Sri Wardhani, 2004: 6) matematika
dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan
matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih
efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan
menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam
pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya
dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi
siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20)
matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran
matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange
(Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan
melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata
(Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point
dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa
dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal
dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran
matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006:
10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi
personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2)
situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah
dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat,
yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa
tinggal, dan (4) situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains
atau matematika itu sendiri.
Terkait dengan
aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (Van den Heuvel,
1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan
vertikal dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal mathematization involves
going from the world of life into the world of symbol, while vertical
mathematization means moving within the world of symbol”. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa matematisasi horizontal meliputi proses transformasi masalah
nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal
merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri.
Gravemeijer
(1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi horizontal, siswa
belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada mulanya siswa akan
memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka sendiri).
Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan masalah yang serupa
(melalui simplifikasi dan formalisasi), siswa akan menggunakan bahasa yang
lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan menemukan suatu algoritma.
Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi
vertikal.
Menurut
Sutarto Hadi (2005: 21) dalam matematisasi horizontal, siswa mulai dari
masalah-masalah kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang
dibuat sendiri oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut.
Dalam proses ini, setiap siswa dapat menggunakan cara mereka sendiri yang
mungkin berbeda dengan siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal,
siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang
siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan
masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks.
Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh
matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus,
menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang
berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.
Zulkardi
(2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem
formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut muncul dalam
kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses
pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika berawal dari dunia nyata dan
pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika kembali
ke dunia nyata.
Berdasarkan uraian di
atas maka secara umum Hakekat Pembelajaran Matematika sebagai berikut:
Matematika pelajaran
tentang suatu pola/ susunan dan hubungan
Matematika adalah cara
berfikir
Matematika adalah
bahasa
Matematika adalah suatu
alat
Matematika adalah suatu
seni
OBJEK
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Menurut Robert Gagne,
secara garis besar ada 2 macam objek yang dipelajari siswa dalam matematika,
yaitu objek-objek langsung (direct objects) dan objek-objek tak langsung
(indirect objects).
1. Objek-objek langsung
Fakta (abstrak) berupa
konvensi-konvensi(kesepakatan) dalam matematika untuk memperlancar
pembicaraan-pembicaraan dalam matematika, seperti lambang-lambang. Di dalam
matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima, tanpa pembuktian
karena merupakan kesepakatan. Sebagai contoh
Simbol bilangan “3” sudah dipahami sebagai bilangan “tiga”. Jika
disajikan angka “3” orang sudah dengan sendirinya menangkap maksudnya yaitu
“tiga”. Sebaliknya kalau seseorang mengucapakan kata “tiga” dengan sendirinya
dapat disimbolkan dengan “3”.
Konsep adalah ide
abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan
sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan.
Suatu konsep yang berada dalam lingkup matematika disebut sebagai konsep matematika. “segitiga”
adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu sekumpulan objek dapat
digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh. Konsep berhubungan erat dengan
definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya
definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep
yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan
konsep tertentu. Konsep trapesium misalnya bila dikemukakan dalam definisi
“trapesium adalah segiempat yang tepat
sepasang sisinya sejajar” akan menjadi
jelas maksudnya. Konsep trapesium dapat juga dikemukakan dengan definisi lain,
misalnya “segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah
garis yang sejajar salah satu sisinya adalah trapesium. Kedua definisi
trapesium memiliki isi kata atau makna
kata yang berbeda, tetapi mempunyai jangkauan yang sama.
Operasi/keterampilan
matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika yang
merupakan suatu proses untuk mfencari suatu hasil tertentu. Sebagai contoh
misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan dan sebagainya.
Prinsip (abstrak)
adalah objek matematika yang komplek. Prinsip adalah suatu pernyataan bernilai
benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara
konsep-konsep tersebut. Sebagai contoh hasil kali dua bilangan p dan q
sama dengan nol jika dan hanya jika
p=0 dan q=0.
2. Objek-objek tak langsung
Objek-objek tak
langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan berfikir logis,
kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berfikir analitis, sikap positif
terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan dan hal –hal lain yang
secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar