Senin, 01 Juli 2013

METODE DALAM PENGEMBANGAN MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

METODE DALAM PENGEMBANGAN MATEMATIKA
DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Metode dalam Pendidikan
Kata “metode” berasal dari kata Latin Methodos, yang berarti jalan yang harus dilalui. Metode adalah cara untuk melakukan sesuatu atau cara untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Dr. Knox menyebutkan bahwa metode adalah suatu cara untuk melangkah maju dengan terencana dan teratur untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, yang dengan sadar mempergunakan pengetahuan-pengetahuan sistematis untuk keadaan-keadaan yang berbeda-beda. 
Metodologi matematika adalah penelaahan terhadap metode yang khusus digunakan dalam matematika. Metode khusus dalam matematika kini lazim dikenal sebagai axiomatic method (metode aksiomatik) atau hypothetical deductive method (metode hipotetik deduktif). Thomas Green Wood dalam The Liang Gie mengatakan bahwa metode aksiomatik atau hipotetik deduktif sebagaimanana dipakai dalam ilmu-ilmu teoritis dan khususnya matematika. Ini menyangkut problem-problem seperti pemilihan kebebasan dan penyederhanaan dari istilah-istilah dan aksioma-aksioma, formalisasi dari batasan-batasan serta pembuktian-pembuktian, kelengkapan dari teori yang disusun, serta penafsiran yang terakhir. 
Metode Pengembangan Pendidikan Matematika
Mengajar matematika merupakan kegiatan pengajar agar peserta didiknya belajar untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, keterampilan, dan sikap tentang matematika itu. Hal-hal tersebut harus relevan dengan tujuan belajar yang disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik. Ini dimaksudkan agar terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Interaksi akan terjadi apabila menggunakan cara yang cocok yang disebut dengan metode mengajar matematika. Yang dimaksud dengan metode mengajar matematika yaitu suatu cara atau teknik mengajar matematika yang disusun secara sistematis dan logis ditinjau dari segi hakekat matematika dan segi psikologinya. 

a.       Segi hakekat matematika
Penyelesaian dalam matematika (membuktikan atau mencari jawaban) selalu menggunakan metode deduktif. Penalarannya adalah logika-deduktif yang pada dasarnya mengandung kalimat “ jika . . . , maka . . .” Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan alasan logis. Model terbaik untuk berpikir matematika yaitu memanfaatkan logika simbolik. 
b. Segi psikologi
Metode mengajar ditinjau dari segi psikologi ini erat hubungannya dengan menjawab pertanyaan “kepada siapa” matematika itu diajarkan. Metode deduktif seperti yang dijelaskan di atas tidak selalu dapat dicerna oleh peserta didik, sehingga metode deduktif kadang-kadang dapat menimbulkan frustasi peserta didik dalam belajar matematika. Jika hal ini terjadi berarti tujuan belajar matematika tidak dapat dicapai. Karena itu pengajar matematika dalam menyampaikan materi harus mempertimbangkan kemampuan intelektual peserta didik serta kemampuan dan kesiapan dari peserta didik.
Terdapat beberapa macam metode mengajar yang dapat dipakai sebagai seorang guru matematika, antara lain sebagai berikut.
1. Metode ekspositori merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide atau memberikan informasi dengan lisan ataupun tulisan. Pada umumnya metode ini berlangsung satu arah, pengajar memberikan ide atau gagasan dan peserta didik menerimanya. Secara umum, metode ini bercirikan yaitu sebagai berikut :
• Definisi dan teorema disajikan oleh guru.
• Contoh-contoh soal diberikan dan dikerjakan oleh guru.
• Guru memberikan latihan soal.
2. Metode penemuan merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat proses menemukan.
3. Metode laboratorium merupakan salah satu metode atau cara yang membantu pengembangan baik pada matematika maupun pendidikan matematika itu sendiri, karena metode ini mampu menarik minat peserta didik terhadap matematika.
Sedangkan metode yang digunakan dalam pengembangan pendidikan matematika adalah sebagai berikut.
1. Metode Pembuktian
Hakekat matematika dapat didekati dari metode pembuktiannya dan bidang yang ditelaahnya. Apabila peserta didik sudah berhasil merumuskan suatu permasalahan, mereka itu perlu membuktikannya. Tetapi pembuktian ini harus berdasarkan argumentasi yang sahih, bukan asal-asal saja.
2. Metode Pemecahan Masalah
Sebagian besar ahli pendidikan patematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku. Pemecahan masalah harus menjadi fokus pada pelajaran matematika di sekolah. Sebagai hasil dari rekomendasi National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyarankan bahwa perhatian utama harus diberikan kepada :
a. Keikutsertaan murid-murisd secara aktif dalam mengkonstruksikan dan mengaplikasikan ide-ide dalam matematika.
b. Pemecahan masalah sebagai alat dan tujuan pengajaran.
c. Penggunaan bermacam-macam bentuk pengajaran.
Seorang murid perlu memecahkan banyak masalah agar merasa senang terhadap prosesnya dan guru dapat berperan sebagai penuntun dengan memberikan pengalamannya selama bertahun-tahun dalam pemecahan masalah.
Tujuan pemecahan masalah matematika tidak lagi hanya terfokus pada penemuan sebuah jawaban yang benar, tetapi bagaimana mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahan yang reasonable, beserta segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya, kenapa jawaban atau pemecahan tersebut masuk akal. Kemampuan matematis seperti ini sangat relevan, mengingat masalah dunia nyata umumnya tidak sederhana dan konvergen, tetapi sering kompleks dan divergen, bahkan tak terduga. Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan produktif sangat penting dalam menganalisa, mensintesa dan mengevaluasi segala argumen untuk mampu membuat keputusan yang rasional dan bertanggungjawab. 


Contoh :
Kelas Kompetensi dasar  Masalah Matematika
Mulai
Kelas 3 SD Terampil dalam melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan Cacah Contoh
Seekor Sapi beratnya 12 kali berat badan Kambing. Jika berat badan seekor Kambing 30 kg, berapakah berat badan Sapi tersebut ?
Penjelasan contoh :
Pada soal ini, masalah matematikanya telah disajikan secara explisit sehingga siswa gampang menjawabnya ,sebab:
(a)Operasi matematikanya sudah diberikan secara explisit, yaitu perkalian (perhatikan: seekor sapi beratnya 12 kali berat badan seekor kambing),
(b)Hubungan antara berat sapi dan berat kambing juga diberikan secara explisit yaitu 12 x,
(c)Berat seekor kambing juga diberikan secara explisit yaitu 30 kg,
(d)Ditanya: Berat Sapi
Dari analisis di atas, tampak bahwa untuk memecahkan masalah tersebut, siswa cukup memiliki keterampilan dalam mengalikan bilangan. Tidak ada prosedur lain, dan tak ada jawaban lain. Dengan unsur-unsur yang diketahui secara eksplisit di atas, jawaban siswa yang diharapkan adalah sebagai berikut:
(a) Diketahui: berat badan sapi = 12 x berat badan kambing
(b) Berat badan kambing = 30 kg
(c) Pertanyaan: berat badan sapi = ?(pertanyaan ini sangat konvergen, karena langsung mengarah secara explisit kepada apa-apa yang diketahui yaitu (a) dan (b))
(d) Penyelesaian: berat sapi = 12 x 30 kg =360 kg (cukup dengan melakukan substitusi pada (a), ini berarti, jawaban soal tunggal, prosedurnya pun tunggal, tidak ada kemungkinan jawaban lain).
3. Metode Proyek Matematika di Luar Kelas (Outdoor Mathematics)
Beberapa keahlian dalam matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kegiatan yang berkaitan dengan statistika. Kegiatan ini dilakukan di luar kelas, dan sebaiknya dalam kelompok, dan kelompok itu hanya diberi tugas. Mereka sendiri yang membuat perencanaannya dan melakukan pekerjaannya, serta membuat laporannya secara tertulis.
Yang berkaitan dengan statisika ini dapat dilakukan di tepi jalan dekat sekolah mereka misalnya untuk menghitung banyaknya kendaraan yang lewat kaitannya dengan jenisnya atau kaitannya dengan perbedaan kurun waktunya. Sedangkan proyek lain yang dapat dilakukan juga dengan pengukuran misalnya tinggi gedung, tinggi pohon, perkiraan luas suatu daerah dan sebagainya.
  
MEDIA DAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
I. Media Pembelajaran
a.      Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.  Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut Media Pembelajaran.
Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, perlatan, atau ketgiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkansiswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetak, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah ketampilan.

b.     Pentingnya Media Pembelajaran
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan, yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses prubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan penglaaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas sendiri pada situasi yang sebernarnya. Contohnya, agar siswa belajar bagaimana mengoperasikan computer, maka guru menyediakan computer untuk digunakan oleh siswa; dan lain sebagainya.
Pengalaman langsung semacam itu tentu saja merupakan proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari. Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk hidup di dasar lautan, atau membelah dada manusia hanya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti cara kerja jantung ketika memompakan darah. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat Bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga untuk mempunyai keterampilan membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda semacam boneka yang mirip dengan manusia. Alat yand dapat membantu proses belajar ini yang dimaksud dengan media atau alat peraga pembelajaran.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses buatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahawa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

c.       Manfaat Media Dalam Pembelajaran
Perolehan pengetahuan siswa seperti digambarkan Edgar Dale menunjukkan bahwa pengatahuan akan semakin abstrak apabila disampaikan melalui bahasa verbal. Hal ini memungkinkan terjadinya verbalisme, artinya siswa hanya mengetahui tentang kata tanpa memahami dan mengerti makna yang terkandung dalam kata tersebut. Hal semacam ini dapat menimbulkan kesalahan persepsi siswa. Oleh sebab itu sebaiknya diusahakan agar pengalaman siswa menjadi lebih konkret, pesan yang ingin disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, dilakukan melalui kegiatan yang dapat mendekatkan siswa dengan kondisi yang sebenarnya.
Hal lain, menyampaikan informasi yang hanya melalui bahasa verbal selain dapat menimbulkan verbalisme dan kesalahan persepsi, juga gairah siswa untuk menangkap pesan akan semakin kurang, karena siswa kurang diajak berpikir dan menghayati pesan yang disampaikan, padahal untuk memahami sesuatu perlu keterlibatan siswa baik fisik maupun psikis.
Namun, pada kenyataannya memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan sesuatu yang mudah bukan hanya menyangkut segi perencanaan dan waktu saja yang dapat menjadi kendala, akan tetapi memang ada sejumlah pengalaman yang sangat tidak mungkin dipelajari secara langsung oleh siswa. Katakanlah ketika guru ingin memberikan informasi tentang kehidupan didasar laut, maka tidak mungkinpengalamn tersebut diperoleh secara langsung oleh siswa. Oleh karena itu, peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Guru dapat menggunakan film, televisi, atau gambar untuk memebrikan iformasi yang lebih baik kepada siswa. Melalui media pembelajaran hal yang bersifat abstrak bisa lebih menjadi konkret.
Memerhatikan penjelasan diatas, maka secara khusus media pemebelajaran memiliki fungsi dan berperan untuk:
a)   Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu.
Peristiwa-peristiwa penting atau objek yang langka dapat di abadikan dengan foto, film,atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa itu dapat disimpan dan dapat digunakan manakala diperlukan. Guru dapat menjelaskan roses terjadinya gerhana matahari yang langka melalui hasil rekaman video dan lain sebagainya.
b)  Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu
Melalui media pemelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipelajari dan dapat menghilangkan verbalisme. Misalkan untuk menyampaikan bahan pelajaran tentang system peredaran darah pada manusia dapat disajikan melalui film. Selain itu, media pembelajaran juga bisa membantu menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak mungkin dapat ditampilkan di dalam kelas, atau menampilkan objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat dengan menggunakan mata telanjang. Benda atau objek yang terlalu besar misalkan alat-alat perang, berbagai binatang buas, benda-benda langit, dan lain sebagainya. Untuk menampilakan objek tersebut guru dapat memanfaatkan film slide, foto-foto, atau gambar. Benda-benda yang terlalu kecil, misalkan bakteri, jamur, virus dan lain sebagainya. Untuk mempelajari objek tersebut dapat memanfaatkan mikrosekop, atau microprojector.
c)   Menambah gairah dan motivasi belajar siswa
Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pemebelajaran dapat lebih meningkat. Sebagai contoh sebelum menjelaskan materi pelajaran tentang polusi, untuk dapat menarik perhatian siswa terdapat topik tersebut, maka guru memutar film terlebih dahulu tentang banjir atau tentang kotoran limbah industri dan lain sebagainya.
Dari beberapa fungsi diatas, maka media pembelajaran memiliki nilai praktis sebagai berikut:
Pertama, media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
Kedua, media dapat mengatasi batas ruang kelas. Hal ini terutama untuk menyajikan bahan belajar yang sulit dipahami secara langsung oleh peserta.
Ketiga, media dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan lingkungan.
Keempat, media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan.
Kelima, media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat.
Keenam, media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik.
Ketujuh, media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru.
Kedelapan, media dapat mengontrol kecepatan belajar siswa.
Kesembilan, media dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal yang konkret sampai yang abstrak.
Kemp dan Dayton (1985) mengidentifikasi beberapa manfaat media pembelajaran, yaitu :
1.  Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
2.  Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
3.  Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4.  Efisiensi dalam waktu dan tenaga
5.  Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
6.  Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
7.  Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar
8.  Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif


e.      Prinsip-prinsip Pnggunaan Media
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pada setia kegiatan belajar mengajar adaalah bahwa media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah siswa belajar dalam upaya memahami materi pelajaran. Dengan demikian, penggunaan media harus dipandang dari sudut kebutuhan siswa. Hal ini perlu ditekankan sebab sering media dipersiapkan hanya dilihat dari sudut kepentingan guru.
maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, di antaranya:
1. Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media tidak digunakan sebagai alat hiburan, atau tidak semata-mata dimanfaatkan untuk mempermudah guru menyampaikan materi, akan tetapi benar-benar utuk membantu siswa belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2. Media yang akan digunakanharuys sesuai dengan materi pembelajaran. Sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi pelajaran memiliki kekhasan dan kekompksan. Meida yang akan digunakanharus sesuai dengan kompleksitas materi pemelajaran. Contohnya untuk membelajarkan siswa memahami pertumbuhan jumlah pandduduki di Indonesia, maka guru perlu mempersiapkan semacam grafik yang mencerminkan pertumbuhan itu.
3. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Siswa yang memiliki kemampuan mendengarkan yang kurang baik, akan sulit memahami pelajaran manakala digunakan media yang bersifat auditif. Demikian juga sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan penglihatan yang kurang. Akan sulit menangkap bahan pemebelajaran yang disajikan melalui media visual. Setiap siswa memiliki kemampuan dan gaya yang berbeda. Guru perlu memerhatikan setiap kemampuan dan gaya tersebut.
4. Media yang akan diguanakan harus memerhatikan efektivitas dan efisiensi. Media yang memerlukan peralatan yang mahal belum tentu efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Demikian juga media yang sangat sederhana belum tentu tidak memiliki nilai. Setiap media yag dirancang guru perlu memerhatiakn efektivitas penggunanya.
5. Media yang diguanakn harus sesuai dengan kemampuan guru dalam engoperasikannya. Sering media yang kompleks terurama media-media mutakhir seperti media computer, LCD, dan media elektronik lainnya memerlukan kemampuan khusus dlam mengoperasikannya. Media secanggih apapun tidak akanbisa menolong tanpa kemampuan teknis mengoperasikan dan memanfaatkan media yang akan digunakan. Hal ini perlu ditekankan, sebab sering guru melakukan kesalahan-kesalahan yang prinsip dlam menggunakan media pembelajaran yang pada akhirnya penggunaan media bukan menambah kemudahan siswa belajar, malah sebaliknya mempersulit siswa.

d.   Kriteria menggunakan alat peraga sangat bergantung pada :
1.    Tujuan
Pemilihan alat peraga dapat mempengaruhi tujuan pengajaran yang akan dicapai apakah alat peraga tersebut mampu meningkatkan pemahaman siswa tentang mata pelajaran matematika yang merupakan tujuan dari sebuah pembelajaran.
2.    Materi Pelajaran
Alat peraga biasanya dipakai untuk membantu siswa dalam memahami sebuah konsep dasar dalam materi pembelajaran matematika sehingga memudahkan siswa dalam pemahaman materi dalam ruang lingkup dan kesukaran yang lebih tinggi. Peragaan untuk konsep dasar digunakan untuk mempermudah konsep selanjutnya.
3.    Strategi Belajar Mengajar
Dengan menggunakan alat peraga maka akan mempermudah guru menerapkan konsep pembelajaran di dalam mengajar. Pengunaan alat peraga merupakan cara pengajaran dalam metode penemuan ataupun permainan.
4.    Kondisi
Media alat peraga membantu guru pada kondisi-kondisi tertentu misalnya saja pada kondisi kelas yang penuh dengan siswa sehingga diperlukan pengeras suara untuk mempermudah guru agar dapat didengar oleh siswanya saat menjelaskan materi.
5.    Siswa
Pemilihan alat peraga disesuaikan dengan apa yang disukai oleh anak misalnya saja alat peraga yang berupa permainan namun hal tersebut tentunya tidak keluar dari tujuan pembelajaran.

II. Keuntungan dan Kerugian dalam Penggunaan Alat Peraga

Dalam suatu metode pasti ada keuntungannya  dan ada pula kelemahannya , di bawah ini akan diuraikan sisi keuntungan dan kerugiannya menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.

Keuntungan penggunaan alat peraga
ü  Pengalaman langsung
ü  Membangkitkan minat siswa untuk menyelidiki
ü  Melatih seni hidup bersama
ü  Menciptakan kepribadian bagi guru maupun siswa
ü  Membuat siswa menjadi aktif
ü  Merangsang siswa untuk kreatif
kegagalan penggunaan alat peraga
Menurut Ruseffendi (dalam Pijiati, 2009a) penggunaan alat peraga tidak selamanya membuahkan hasil belajar yang lebih meningkat , lebih menarik dan sebagainya.  Adakalanya meyebabkan hal yang sebaliknya, yaitu meyebabkan kegagalan peserta didik dalam belajar. Kegagalan itu akan tampak bila :
ü  Generalisasi konsep abstrak dari reprentasi hal-hal yang kongkrit tidak tercapai
ü  Alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilai-nilai yang tidak menunjang konsep-konsep dalam matematika
ü  Tidak disajikan pada saat yang tepat
ü  memboroskan waktu
ü  Diberikan pada anak yang sebenarnya tidak memerlukannya, dan
ü  Tidak menarik dan mempersulit konsep yang dipelajari.
III. Laboratorium Pembelajaran Matematika

Laboratorium matematika adalah suatu ruangan khusus yang memiliki fungsi sebagai berikut
a.  Melayani kebutuhan pendidikan matematika baik internal maupun eksternal.
b. Mewadahi kreativitas dan aktivitas mahasiswa dalam mengembangkan alat peraga atau permainan matematika.

c.  Melayani kebutuhan alat peraga atau permainan matematika untuk perkuliahan di Jurusan Matematika maupun sekolah yang memerlukan.

Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA

                  Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki (hakekat pelaksanaan pendidikan matematika yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya. Serta hakekat ilmu pendidikan matematika yang berkaitan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.) sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu Pendidikan Matematika, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.
                  Filsafat , philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani mempunyai arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa itu hidup? Mengapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut sejatinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai “binatang berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya sebagai ”Makhluk Allah” yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai hal itu diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan Matematika.
Filsafat ilmu pendidikan matematika dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu :
a. Ontologi ilmu pendidikan matematika   
Ontologi adalah teori mengenai apa yang ada, dan membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Eksistensi dari entitas-entitas matematika juga menjadi bahan pemikiran filsafat. Adapun metode-metode yang digunakan antara lain adalah:abstraksi fisik yang dimana berpusat pada suatu obyek, Abstraksi bentuk adalah sekumpulan obyek yang sejenis, Abstraksi metafisik adalah sifat obyek yang general. Jadi, matematika ditinjau dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental.



b. Epitemologi Matematematika
 Epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat dimana pemikiran reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual, dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi.
c.   Aksiologi Matematika
Aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu. Aksiologi : Filsafat nilai, menguak baik buruk, benar-salah dalam perspektif nilai Aksiologi matematika sendiri terdiri dari etika yang membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan estetika yang membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam kehidupan. Jadi, jika ditinjau dari aspek aksiologi, matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika. Dimulai dengan pertanyaan dasar untuk apa penggunaan pengetahuan ilmiah? Apakah manusia makin cerdas dan makin pandai dalam mencapai kebenaran ilmiah,maka makin baik pula perbuatanya.











KARAKTERISTIK MATEMATIKA DAN
HAKEKAT PEMBELAJARAN MATEMTAIKA

Karakteristik Matematika
Untuk memahami karakteristik daripada matematika maka harus dipahami terlebih dahulu hakekat matematika. Menurut Hudoyo (1979:96), hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide struktur - struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak. Jika matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol-simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur.
Beberapa hakekat atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
1.       Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak atau struktur yang teroganisir secara sistematik.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2.       Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3.       Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4.       Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5.       Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

6.       Matematika sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.
Berdasarkan uraian-uraian hakikat matematika di atas maka dapat di simpulkan bahwa karakteristik- karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan berikut:                
a.   Memiliki Kajian Objek Abstrak.
b.   Bertumpu Pada Kesepakatan.
c.  Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d.   Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e.   Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f.   Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
A.    Matematika memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh simbol bilangan “3”  sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan sebalikbya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah di pahami  bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2.      Konsep (abstrak) adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli” adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3.      Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
4.     Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai     objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan sebagainya.
B.     Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
C.    Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Contoh: Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.
D.    Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
E.     Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.
Contoh: Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya? Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”.

F.     Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil” yang berkaitan satu sama lain.
 Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
Hakikat Pembelajaran Matematika
Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (Sri Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (Van den Heuvel, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world of symbol”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematisasi horizontal meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri.
Gravemeijer (1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi horizontal, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada mulanya siswa akan memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka sendiri). Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan masalah yang serupa (melalui simplifikasi dan formalisasi), siswa akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan menemukan suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi vertikal.
Menurut Sutarto Hadi (2005: 21) dalam matematisasi horizontal, siswa mulai dari masalah-masalah kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dalam proses ini, setiap siswa dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.
Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika kembali ke dunia nyata.
Berdasarkan uraian di atas maka secara umum Hakekat Pembelajaran Matematika sebagai berikut:
Matematika pelajaran tentang suatu pola/ susunan dan hubungan
Matematika adalah cara berfikir
Matematika adalah bahasa
Matematika adalah suatu alat
Matematika adalah suatu seni

OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Menurut Robert Gagne, secara garis besar ada 2 macam objek yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu objek-objek langsung (direct objects) dan objek-objek tak langsung (indirect objects).
1.      Objek-objek langsung
Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi(kesepakatan) dalam matematika untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan dalam matematika, seperti lambang-lambang. Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima, tanpa pembuktian karena merupakan kesepakatan. Sebagai contoh  Simbol bilangan “3” sudah dipahami sebagai bilangan “tiga”. Jika disajikan angka “3” orang sudah dengan sendirinya menangkap maksudnya yaitu “tiga”. Sebaliknya kalau seseorang mengucapakan kata “tiga” dengan sendirinya dapat disimbolkan dengan “3”.
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan. Suatu konsep yang berada dalam lingkup matematika  disebut sebagai konsep matematika. “segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu. Konsep trapesium misalnya bila dikemukakan dalam definisi “trapesium adalah segiempat  yang tepat sepasang sisinya sejajar”  akan menjadi jelas maksudnya. Konsep trapesium dapat juga dikemukakan dengan definisi lain, misalnya “segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya adalah trapesium. Kedua definisi trapesium memiliki isi kata atau makna  kata yang berbeda, tetapi mempunyai jangkauan yang sama.
Operasi/keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika yang merupakan suatu proses untuk mfencari suatu hasil tertentu. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan dan sebagainya.
Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip adalah suatu pernyataan bernilai benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep tersebut. Sebagai contoh hasil kali dua bilangan p  dan q  sama dengan nol jika dan hanya jika  p=0 dan q=0.
2.      Objek-objek tak langsung
Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan berfikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berfikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan dan hal –hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika.