Rabu, 19 Juni 2013

sejarah perkembngan matematika

A.     Sejarah Perkembangan Matematika
            Perkembangan matematika ini sangat berkaitan pada sejarah matematika itu sendiri. Perkembangan ini dimulai dari perkembangan matematika sebelum abad 15-16, perkembangan matematika abad 15-16, perkembangan matematika setelah abad 15-16.
1.    Perkembangan matematika sebelum abad 15-16

a)      Matematika Prasejarah (Prehistoric Mathematics)
                        Asal usul pemikiran matematika terletak pada konsep angka, besar, dan bentuk. Konsep angka juga telah berevolusi secara bertahap dari waktu ke waktu. Seperti halnya pada zaman purba, berabad-abad sebelum Masehi, manusia telah mempunyai kesadaran akan bentuk-bentuk benda di sekitarnya yang berbeda. Seperti batu berbeda dengan kayu, pohon yang satu berbeda dengan pohon yang lain. Kesadaran seperti ini yang menjadi bibit lahirnya matematika terutama pada geometri. Itulah sebabnya geometri dianggap sebagai bagian matematika yang tertua.
b)      Timut Dekat Kuno (Ancient Near East)

·      Mesopotamia (Matematika Babylonia)
        Matematika babylonia telah mengembangkan matematika dengan menuliskan tabel perkalian pada tablet tanah liat, menangani latihan geometri, masalah pembagian serta mencakup topik mengenai pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan perhitungan pasangan berbalik nilai. Pada masa ini telah ditulis sistem angka sexagesimal (basis-60). Dari sini berasal penggunaan modern dari 60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat dalam lingkaran, serta penggunaan detik dan menit dari busur untuk menunjukkan pecahan derajat.


·      Mesir (Matematika Mesir)
        Teks matematika yang paling luas adalah papirus Rhind (Papyrus Ahmes) yang berisi tentang uraian belajar aritmatika, geometri, teori bilangan, dan persamaan linier.
·      Yunani  (Matematika Yunani dan Helenistik)
        Matematikawan Yunani menggunakan logika untuk mendapatkan kesimpulan dari defenisi dan aksioma dan digunakan ketelitian matematika untuk bukti mereka. Thales dari Miletus adalah matematikawan pertama yang menerapkan penalaran deduktif pada geometri.
·      India (Matematika India)
        Cataan tertua matematikawan India seperti The Sulba Sutra berisi lampiran teks-teks agama yang memberikan aturan sederhana untuk membangun altar berbagai bentuk, seperti kotak, persegi panjang, dan lain-lain. lampiran ini juga memberi metode untuk membuat lingkaran dengan memberikan persegi yang luasnya sama. Sedangkan catatan The Siddhanta Surya memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan sinus invers, dan meletakkan aturan untuk menentukan gerakan yang sebenarnya posisi benda-benda langit. Madhava dari Sangamagrama menemukan seri Madhava-Leibniz dan menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.
·      Matematika Islam (Abad Pertengahan)
        Matematikawan Persia, Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi sering disebut "bapak aljabar" menulis beberapa buku metode untuk memecahkan persamaan aljabar. Perkembangan lebih lanjut dalam aljabar dibuat oleh Al-Karaji dengan memperluas metodologi untuk menggabungkan kekuatan dan akar integer-integer dari jumlah yang tidak diketahui.
                        Sedangkan Omar Khayyam menulis Discussions of the Difficulties in Euclid, sebuah buku tentang kelemahan dalam Euclid's Elements, terutama postulat paralel dan meletakkan dasar untuk geometri analitik dan geometri non-Euclidean. Sharaf al-Din al-Tusi memperkenalkan konsep fungsi dan dia adalah orang pertama yang menemukan turunan dari polinomial pangkat tiga yang dikembangkan dari konsep kalkulus diferensial.
c)       Matematika Eropa Abad Pertengahan (Medieval European Mathematics)

·      Abad Pertengahan Awal (Early Middle Ages)
        Pada masa ini, Boethius seorang matematikawan memasukkan matematika ke dalam kurikulum ketika menciptakan quadrivium istilah untuk menggambarkan studi aritmatika, geometri, astronomi, dan musik.
·      Kebangkitan Kembali (Rebirth)
        Semenjak buku Khawarizmi The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing diterjemahkan dan teks lengkap Euclid's Elements. Berdampak dengan banyaknya pembaruan dalam matematika. Seperti halnya Fibonacci yang menulis dalam Abaci Liber.
2.    Perkembangan matematika abad 15-16
            Perkembangan matematika hampir berhenti antara abad keempat belas dan paruh pertama abad kelima belas. Karena banyak faktor-faktor sosial menyebabkan situasi ini. Namun pada awal pertengahan abad kelima belas terjadi perubahan secara bertahap.
3.    Perkembangan matematika setelah abad 15-16
            Pada abad ke-17, Simon Stevin menciptakan dasar notasi desimal modern yang mampu menggambarkan semua nomor, baik rasional atau tidak rasional. Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman, mengembangkan kalkulus dan banyak dari notasi kalkulus masih digunakan sampai sekarang.
            Ahli matematika yang paling berpengaruh pada abad ke-18 adalah Leonhard Euler. Kontribusinya berupa pendirian studi tentang teori graph dengan Tujuh tangga dari masalah Königsberg untuk standardisasi banyak istilah matematika modern dan notasi serta mempopulerkan penggunaan π sebagai rasio keliling lingkaran terhadap diameternya. Selanjutnya Joseph Louis Lagrange banyak memiliki karya pada matematika, seperti teori bilangan, aljabar, kalkulus diferensial dan kalkulus variasi
            Pada abad ke-19, banyak matematikawan yang mengkaji berbagai bidang pada matematika. Seperti Hermann Grassmann di Jerman memberikan versi pertama ruang vector, William Rowan Hamilton di Irlandia mengembangkan aljabar noncommutative, George Boole di Inggris merancang aljabar yang sekarang disebut aljabar Boolean yang  menjadi titik awal dari logika matematika dan memiliki aplikasi penting dalam ilmu komputer, dan Georg Cantor mendirikan dasar pertama dari teori himpunan.
            Salah satu tokoh fenomenal  dalam matematika abad ke-20 Srinivasa Aiyangar Ramanujan, seorang otodidak India yang membuktikan  lebih dari 3000 teorema. Termasuk sifat-sifat angka yang sangat komposit, fungsi partisi dan asymptotics, dan fungsi theta. Dia juga membuat investigasi besar di bidang fungsi gamma, bentuk modular, seri berbeda, seri hipergeometrik dan teori bilangan prima. Perkembangan terakhir adalah pada tahun 2003 konjektur Poincaré diselesaikan oleh Grigori Perelman.

B.       ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Filsafat Pendidikan Matematika terdiri dari filsafat dan pendidikan matematika, keduanya tidak bisa dipisah-pisah. Tidak sesederhana menggabungkann antara pendidikan dan matematika.
Filsafat dapat diletakkan di depan pendidikan matematika. Substansinya ada di semua bagian matematika. Alat berfilsafat menggunakan bahasa analog. Filsafat bisa ditempatkan di depan banyak hal. Sebagai contoh adalah filsafat hidup, filsafat mati, filsafat matematika, dan filsafat sains. Begitu juga dengan dunia dapat diletakkan di depan banyak hal seperti dunia malam, dunia sore, dunia siang, dunia mahasiswa, dunia percintaan, dunia KKN, dunia PPL, dan sebagainya. Sangat mudah mengenakan filsafat dalam dunia pendidikan.
Ada beberapa asumsi/ anggapan dasar sebagai pijakan dalam berfilsafat. Asumsi-asumsi harus dipilih karena disesuaikan dengan situasi yang ada. Ada hal-hal kontradiktif, bertentangan dengan prinsip. Filsafat itu hidup, dan metode filsafat adalah metode hidup.
1.    Asumsi itu melihat fakta tentang kondisi faktual.

       Kondisi faktual ibarat pelari sedang lari dengan kencang, kereta api sedang melaju kencang kalau dilihat dari aspek kehidupan manusia. Dalam banyak hal masih berusaha sangat keras untuk memperoleh fakta/ keradaan dan mewujudkan cita-cita. Manusia masih bersifat potensi. Sebagai contoh mahasiswa sebagai calon guru faktanya belum menjadi guru. Contoh lain adalah mempunyai fakta sudah punya cucu, bukan potensi lagi tapi masih mempunyai potensi untuk mempunyai cucu.

       Filsafat adalah sesuatu yang free, bebas, merdeka agar kita free thinking. Tidak mungkin berfilsafat dalam keadaan dikejar-kejar atau ditekan. Dalam persoalan selalu ada tantangan. Dalam kesempitan selalu ada kelapangan.

       Asumsi ini merupakan tata cara, yang dipelajari alam filsafat adalah objek, Fakta perkembangan hidup baru sampai sekarang. Sudah dikatakan orang dewasa. Mempunyai cirri-ciri yang berbdea dengan anak-anak. Sebagai contoh adalah rasa ingin tahu.  Asumsi orang dewasa adalah memiliki kompetensi bernalar, berusaha mengenali dunia ini. Komponen dasar untuk berfilsafat sudah cukup
Komponen dasar berfilsafat :
a.    Logika / rasio pemikiran
b.    Pengalaman

2.    Asumsi/ tata cara berfilsafat itu penting
       Sebagai contoh tata cara beribadah itu ya ibadah itu sendiri.
       Asumsi kedua ada kesibukan yang luar biasa. Munafik itu kontradiksi dalam filsafat. Hidup ini adalah kemunafikan dalam pikiran. Munafik dalam diri sendiri itu adalah ilmu. Munafik dalam pikiran itu campur antara hati dan perasaan.
       Dalam anarkisme selalu dilihat potensi-potensi kebaikan.
       Segala sesuatu yang ditekan dari luar maka pikiran akan menyempit.
       Hedonism = ingin mendapatkan dengan cepat tetapi tanpa berusaha.
       Merupakan gaya hidup manusia zaman sekraang.
       Orang hidup selalu mencari solusi.

       Pengaruh kapitalisme disebabkan adanya keadaan dan teknologi yang saling bertemu sehingga memunculkan gaya hidup kapitaslisme.

       Idealism pemuda yaitu mencari pekerjaan yang tetap, mencari pasangan berumah tangga, berkeluarga, mempunyai anak. Ketenangan yang diidam-idamkan anak muda. Mencari yang tercanggih, itulah dampak dari sifat konsumerisme, refletkif memikirkan sejenak tentang apa yang terjadi,.

3.    Asumsi ketiga adalah filsafat itu hidup

       Matematika dari yang tidak jelas menjadi jelas, filsafat membuat yang jelas menjadi tidak jelas. Hidup itu adalah gabunngan dari pikiran, perasaan, mampu mengalami, memahami, dan menguasai,

       Di atas filsafat itu ada spiritual, misalnya aja berdoa itu hidup karena disana ada perasaan. Ibadah untuk semua. Semua orang perlu agama dalam keadaan baik atau tidak baik.

       Saya tidak sedang memberikan filsafat saya pada anda, saya hanya memberikan kesempatan bagi anda  untuk mengembangkan filsafat. Membangun filsafat.





4.    Sifat hidup yang sehat. Tidak munafik.

       Materi yang ada kebanyakan berisi mengenai elegy. Elegy merupakan nyanyian kesedihan bahkan kematian. “aku belum mampu menerangkan mengenai arwah.”
Menerjemahkan apa yang ada di luar dirimu, sedangkan orang lain menerjemahkan dirimu. Hidup in adalah translate and to be translated itulah hermeneutika. Bumi itu meruapakan teladan yang diberikanTuhan untuk dicontoh manusia. Bumi itu berotasi dan berevolusi sehuingga manusia juga beraktifitas internakl dan eksternal

       Kita tidak akan pernah menempati waktu dan ruang yang sama. Belajar itu anytime, anywhere and continue.

       Kaitan dengan spiritual setinggi-tinggi ilmu lebih tinggi ilmu teknologi. Objek filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Metode yang digunakan adalah bahasa anolog. Kalau berbicara mengenai pikiran maka itu adalah filsafat sedangkan jika berbicara mengenai hati adalah Tuhan. Jika ingin mengatakan Tuhan melalui jalur hati. Jika berfilsafat satu langkah maka berdoalah 10 langkah, jika berfilsafat dua langkah maka berdoalah 20 langkah. Jangan berfilsafat terlalu tinggi apabila tidak bisa mengendalikan dengan hati.




Kamis, 13 Juni 2013

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

A.       PENDAHULUAN

Matematika adalah sebuah cabang dari ilmu pengetahuan yang sudah muncul dari berabad abad tahun yang lalu, permasalahan matematika muncul berbeda beda pada tiap tiap jaman tertentu baik pada jaman Negara Mesopotamia, Babilonia, Mesir, dan Yunani. Dari negara negara itulah mereka berusaha untuk mempelajarai dan mengkaji lebih lanjut mengenai permasalahan matematika. Mereka melakukannya dengan cara abstraksi dan cara idealis. Mereka berusaha untuk mencari fakta bahwa ilmu itu bersifat tetap atau berubah ubah, seperti tokoh yang menganut bahwa ilmu itu tetap adalah Permenides dan tokokh yang menganut bahwa ilmu itu bersifat berubah ubah adalah Heraclitos.

Dari hal tersebut munculah berbagai intuisi intuisi sehingga muncul filsafat pendidikan matematika, hal ini juga didasari bahwa menemukan filsafat matematika itu dengan berpikir secara ekstensi yaitu berpikir secara seluas luasnya dan berpikir secara intensi yaitu berpikir secara sedalam dalamnya. Didalam matematika terdapat beberapa kajian yang pokok meliputi epistemology, aksiologi dan ontology.

Matematika juga memiliki hakekat sebagai ilmu yang tidak terbebas dari ruang dan waktu, dan ciri ciri ilmu matematika yang tidak terbebas dari ruang dan waktu bersifat kontradiktif, relative, plural dan berkorespondensi. Matematika itu juga memiliki dimensi yang berbeda beda pada tiap jenjang pendidikan yaitu dengan menggunakan system pembelajaran yang berbeda beda.
B. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN MATEMATIKA            
Pada latar belakang telah disinggung bahwa filsafat dan matematika memiliki hubungan yang erat, antara lain:
a.       Filsafat dan geometri (suatu cabang matematika) lahir pada masa yang sama,di tempat yang sama, dan dari ayah yang tunggal , yakni sekitar 640-546 sebelum Masehi, di Miletus (terletak di pantai barat negara Turki sekarang) dan dari pikiran seorang bernama Thales.
b.      Matematika tidak pernah lahir dari filsafat, melainkan keduanya berkembang bersama-sama dengan saling memberikan persoalan-persoalan sebagai bahan masuk dan umpan balik.
c.       Adanya hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan matematik dipacu pula oleh filsuf Zeno dari Elea. Zeno memperbincangkan paradoks-paradoks yang bertalian dengan pengertian-pengertian gerak, waktu, dan ruang yang kemudian selama berabad-abad membingungkan para filsuf dan ahli matematik.
Filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu, maka penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah menjadi salah satu hal yang menarik perhatian. Mengapa demikian? Karena biasanya filsafat hanya ada di perguruan tinggi, namun pada zaman sekarang filsafat juga ada di sekolah. Walaupun hanya sebagai pelengkap dalam pembelajaran, namun filsafat memberikan pengaruh yang besar dalam pembelajaran di sekolah. Filsafat adalah kegiatan berpikir, sehingga dalam setiap pembelajaran siswa melakukan kegiatan filsafat.
Dengan penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah, maka proses belajar mengajar akan berjalan dengan efektif dan efisien. Filsafat memberikan keuntungan bagi guru dan juga siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat, maka guru akan lebih memahami karakter dari siswa-siswanya. Belajar filsafat adalah berpikir, sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pola pikir siswa-siswanya dalam memahami matematika. Pada pelajaran filsafat, pendidikan karakter juga tercakup di dalamnya. Pendidikan karakter meliputi material, formal, normatif dan spiritual. Dan dalam pembelajaran di sekolah, keempat faktor tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam pembelajaran di sekolah.
C.  PENDIDIKAN MENURUT ALIRAN FILSAFAT IDEALISME DAN REALISME
1.   Tinjauan Umum tentang Filsafat Pendidikan
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Tegasnya, filsafat adalah karya akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan ilmu atau pendekatan yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang seringkali disebut sebagai raksasa pemikir Barat, filsafat adalah ilmu pokok yang merupakan pangkal dari segala pengetahuan.
Kerana luasnya lapangan filsafat, orang sepakat mempelajari filsafat dengan dua cara, yaitu mempelajari sejarah perkembangannya (metode historis) dan mempelajari isi atau pembahasannya dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis). Dalam metode historis orang mempelajari sejarah perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Dalam metode sistematis orang membahas isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan sejarahnya. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan yang buruk dalam perbuatan manusia. Dalam metode sistematis ini para filsuf dikonfrontasikan tanpa mempersoalkan periodasi masing-masing.
Filsafat itu sangat luas cakupan pembahasannya, yang ditujunya adalah mencari hakihat kebenaran atas segala sesuatu yang meliputi kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), serta mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika. Dengan memperhatikan sejarah serta perkembangannya, filsafat mempunyai beberapa cabang yaitu: (1) Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden dan berada di luar jangkauan pengalaman manusia; (2) Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah; (3) Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk; (4) Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek; (5) Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan; (6) Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya.
Filsafat akan memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, tentang kebenaran. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru serta membangun keyakinan atas dasar kematangan intelektual. Filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi dapat dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Filsafat akan memberikan dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup secara baik, bagaimana hidup secara baik dan bahagia. Dengan kata lain, tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
Pendekatan filosofis untuk menjelaskan suatu masalah dapat diterapkan dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalarn pendidikan. Filsafat tidak hanya melahirkan pengetahuan banu, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964) berpendapat bahwa filsafat merupakan teon umum tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Setiap praktik pendidikan atau pembelajaran tidak terlepas dari sejumlah masalah dalam mencapai tujuannya. Upaya pemecahan masalah tersebut akan memerlukan landasan teoretis-filosofis mengenai apa hakikat pendidikan dan bagaimana proses pendidikan dilaksanakan. Henderson dalam Sadulloh (2004) mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan merupakan suatu sumbangan yang berharga dalam pengembangan pendidikan, baik pada tataran teoretis maupun praktis. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir dengan cabang-cabangnya (metafisika, epistemologi, dan aksiologi) dapat mendasari pemikiran tentang pendidikan.
Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan etika atau teori nilai; (2) persoalan epistemologi atau teori pengetahuan; dan (3) persoalan metafisika atau teoni hakikat realitas. Untuk menentukan tujuan pendidikan, memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan.
Metafisika memberikan sumbangan pemikiran dalam membahas hakikat manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan hakikat anak, yang bermanfaat dalam menentiikan tujuan akhir pendidikan. Mempelajari metafisika perlu sekali untuk mengontrol tujuan pendidikan dan untuk mengetahui bagaimana dunia anak. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, tidak hanya menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari tetapi juga menentukan bagaimana seharusnya siswa belajar dan bagaimana guru mengajar. Pendidikan perlu mengetahui persoalan belajar untuk mengembangkan kurikulum, proses dan metode belajar. Aksiologi akan menentukan nilai-nilai yang baik dan yang buruk yang turut menentukan perbuatan pendidikan. Aksiologi dibutuhkan dalam pendidikan, karena pendidikan harus menentukan nilai-nilai mana yang akan dicapai melalui proses pendidikan. Disadari atau tidak, pendidikan akan berhubungan dengan nilai, dan pendidikan harus menyadari kepentingan nilai-nilai tersebut.
Dalam arti luas filsafat pendidikan mencakup filsafat praktek pendidikan dan filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001). Filsafat praktek pendidikan membahas tentang bagaimana seharusnya  pendi-dikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia mencakup filsafat praktek pendidikan dan filsafat sosial pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan adalah analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai bentuk teori pendidikan. Aspek filsafat dalam ilmu pendidikan dapat dilihat berdasarkan empat kategori sebagai berikut: (1) Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan; (2) Epistemologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat objek formal dan material ilmu pendidikan; (3) Metodologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan; (4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.
Kajian terhadap fisafat pendidikan akan memadukan keempat aspek tersebut di atas sebagai landasan dalam menjawab tiga masalah pokok, yaitu sebagai berikut: (1) Apakah sebenarnya pendidikan itu? (2) apakah tujuan pendidikan sebenarnya? dan (3) Dengan cara apa tujuan pendidikan itu dapat dicapai? (Henderson, 1959). Jawaban masalah pokok tersebut tertuang dalam: (1) Tujuan pendidikan: (2) Kurikulum, (3) Metode pendidikan, (4) Peranan peserta didik; dan (5)  Peran tenaga pendidik.
Dalam sejarah perkembangan filsafat telah lahir sejumlah aliran filsafat. Dengan adanya aliran-aliran filsafat, maka konsepsi mengenai filsafat pendidikan telah dipengaruhi oleh aliran-aliran tersebut. Dengan memperhatikan obyek filsafat dan masalah pokok pendidikan, selanjutnya akan dibahas aliran filsafat idealisme dan realisme dalam melandasi pengembangan teori pendidikan.



2.   Aliran Filsafat Idealisme dalam Pendidikan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah: (1) Metafisika-idealisme; Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan; (2) Humanologi-idealisme; Jiwa dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih; (3) Epistemologi-idealisme; Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat; (4) Aksiologi-idealisme; Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar tehadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial; (2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemam-puan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
3.   Aliran Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah: (1) Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya hanyalah  kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai  kenyataan (pluralisme); (2) Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir; (3) Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta; (4) Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial; (2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis; (3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan; (4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin,  peraturan yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik; (5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.








D.  KESIMPULAN
 Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya diperoleh temuan sebagai sebagai berikut:
Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai aktualisasi potensi yang dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan  yang berorientasi pada penggalian potensi dengan memadukan kurikulum pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik.
Kedua, pendidikan menurut aliran filsafat realisme menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang ketat dan sistematis dengan dukungan kurikulum yang komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah arahan oleh tenaga pendidik.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa aliran filsafat idealisme dan realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dapat dipilih atau dipadukan untuk menemukan aliran yang sesuai dalam melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain idealisme ataupun realisme pendidikan dapat diterapkan tergantung konteks dan kontennya.  


PERSOALAN-PERSOALAN POKOK DALAM PENGEMBANGAN MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


A.  Persoalan-Persoalan Pokok dalam Pengembangan Matematika

Matematika muncul sebagai hasil dari pengamatan manusia terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dari fenomena sehari-hari inilah kemudian muncul berbagai persoalan-persoalan matematika yang oleh peradaban manusia saat itu belum dikenal matematika. Munculnya matematika pertama kali adalah berawal dari pemikiran bangsa Babilonia Kuno (Peradaban Mesir) terhadap fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Fenomena tersebut menjadi awal munculnya berbagai permasalahan matematika yang menuntut untuk dicari penyelesaiannya. waktu itu matematika telah di pergunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan dan usaha mengontrol alam. Pada peradaban yang lebih muda yaitu peradaban Yunani, manusia mulai memikirkan kenyataan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang diperoleh dari hasil abstraksi dan idealisasi sehingga muncul berbagai rumus-rumus matematika yang juga tersaji dalam bukti-bukti matematika. Saat itu orang mengenal ada dua sifat yaitu tetap (aliran Permenides) dan berubah (aliran Heraclitos), matematika sendiri cenderung kepada sifat tetap di dalam pikiran.

Bidang matematika ditemukan karena ada masalah-masalah praktis yang benar-benar ingin diselesaikan oleh manusia, baik karena ingin tahu atau karena alasan-alasan praktis.


 1.Trigonometri
Sekitar tahun 600 SM Thales seorang matematikawan yunani pergi menuju mesir dan Raja mesir bertanya apakah dia bisa menentukan ketinggian yang tepat dari piramida yang besar. Thales kemudian mengukur bayangan piramida tersebut dan bayangannya sendiri. Dalam hal ini tampak jelas bahwa proporsi tinggi badan dengan tinggi bayangannya adalah sama dengan proporsi tinggi piramida dan panjang bayangannya. Sang raja kemudian bertanya apakah dia bisa menentukan jarak sebuah kapal di laut tanpa meninggalkan daratan. Masalah ini lebih sulit, dan dia tidak bisa memberikan suatu pemecahan umum. Prinsip yang digunakannya adalah mengamati arah kapal dari dua titik kapal pantai yang jaraknya telah diketahui; semakin jauh jarak kapal tersebut, semakin kecil perbedaan yang ada dalam kedua arahnya. Jawaban yang lengkap memerlukan penggunaan trigonometri, yang baru ditemukan beberapa abad sesudahnya. Namun demikian , jawaban yang sebenarnya cukup mudah. Misalkan saja garis pantai membentang dari timur ke barat, dan kapal tersebut berada di suatu titik sebelah utara titik A di pantai, dan sebelah barat laut dari titik B. Selanjutnya jarak dari A ke kapal adalah sama dengan jarak A ke titik B, pembaca bisa memastikan dengan menggunakan gambar. Misalkan kapal tersebut adalah kapal perang musuh dan pasukan mesir disiagakan di pantai untuk menghadapinya, pengetahuan seperti ini mungkin akan sangat berguna.

2. Phytagoras
Orang-orang mesir memberikan sebuah awalan kecil dalam bidang geometri dengan tujuan agar bisa mengukur luas lahan saat aliran sungai nil turun. Mereka mengamati bahwa suatu segitiga yang sisi-sisinya berukuran 3, 4, dan 5 satuan memiliki sudut siku-siku. Phytagoras melihat adanya fakta yang cukup menarik dari segitiga ini. Jika menguadratkan masing-masing sisi pada segitiga ini , salah satu kuadrat tersebut memiliki ukuran 9 satuan, yang kedua memiliki ukuran 16 dan yang ketiga 25; dan 9 ditambah 16 adalah 25. Phytagoras membuat generalisasi atas masalah ini dan membuktikan bahwa dalam semua segitiga siku-siku, jumlah kuadrat dari sisi-sisi yang lebih pendek adalah sama dengan kuadrat dari sisi terpanjang. Akan tetapi penemuan in muncul suatu kekhawatiran yang mengusik para ahli matematika modern dan hanya berhasil di pecahkan sepenuhnya belum lama ini. Misalkan anda memiliki sebuah segitiga siku-siku dimana masing-masing sisi yang pendek berukuran satu inci, berapa panjang sisi ketiganya? kuadrat dari masing-masing sisi yang pendek adalah satu inci kuadrat; jadi sisi yang panjang ukurannya adalah dua inci kuadrat. Jadi ukuran dari sisi yang panjang haruslah sebuah bilangan di mana apabila anda mengalikan bilangan tersebut dengan bilangan itu sendiri, anda mendapat bilangan dua. Bilangan ini disebut sebagai akar kuadrat dari dua. Beberapa saat kemudian diketahui bahwa bilangan itu tidak ada. Bisa memastikan hal ini dengan mudah. Bilangan tersebut tidak bisa berupa bilangan utuh, karena satu terlalu kecil dan dua terlalu besar. Namun jika anda mengalikan pecahan dengan pecahan itu sendiri anda akan memperoleh pecahan lain, bukan bilangan utuh; jadi tidak mungkin menggunakan bentuk pecahan yang bila dikalikan bisa menghasilkan bilangan dua. sehingga akar kuadrat dari dua bukan bilangan utuh atau pecahan.

3. Aljabar
Aljabar muncul pada akhir masa yunani alexanderia, namun sebagian besar dikembangkan untuk pertama kali oleh orang-orang arab dan kemudian oleh orang-orang abad ke-16 dan 17. Aljabar pada awalnya lebih sulit dari geometri karena dalam geometri ada bentuk yang bisa dilihat, sedangkan x dan y aljabar sepenuhnya abstrak. Sebenarnya aljabar adalah aritmatika yang digenaralisasikan: apabila ada beberapa proposisi yang benar untuk semua bilangan, tidak ada gunanya bila kita membuktikannya untuk masing-masing bilangan, jadi kita mengatakan “x adalah sembarang bilangan” dan melanjutkan dengan penalaran. Sebagai contoh misalnya anda memperhatiakn bahwa 1 tambah 3 adalah 4, atau sama dengan 3 kali 3; 1 tambah 3 tambah 5 tambah 7 adalah 16 atau sama dengan 4 kali 4. Mungkin kita bertanya apakah ini merupakan suatu aturan umum, namun kita memerlukan aljabar untuk mengekspresikan semuanya dalam bentuk pertanyaan yaitu: “ Apakah jumlah n pertama bingan ganjil selalu n2?” apabila kita sampai pada pemahaman atas pertanyaan ini kita bisa menemukan bahwa jawabannya adalah ya. Jika kita tidak menggunakan huruf-huruf seperti n, berarti harus harus menggunakan bahasa yang sangat rumit. Kita bisa mengatakan : “ jika ada sembarang bilangan ganjil yang ditambahkan, hasilnya adalah kuadrat dari jumlah bilangan-bilangan ganjil yang ditambahkan.” Ini jauh lebih sulit untuk dipahami. Dan bila kita sampai pada pertanyaan yang lebih sulit, kita akan menemukan bahwa kita tidak bisa memahaminya tanpa menggunakan bentuk huruf seperti pengganti frase”sembarang bilangan”. Bahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan bilangan-bilangan khusus akan jauh lebih mudah diselesaikan jika kita menggunakan huruf x untuk bilangan yang kita inginkan. Misalkan sebuah teka-teki:” Jika seekor ikan beratnya 5 ons, dan separuh dari beratnya sendiri, berapa berat ikan tersebut?’ banyak orang yang cendrung manjawab 7,5 ons, jika anda mengawali dengan”x adalah berat ikan”, dan melanjutkan, “ 5 ons ditambah setengah x sama dengan x’, tampak jelas bahwa 5 ons adalah separuh dari x, jadi x adalah 10 ons. Masalah ini hampir terlalu mudah untuk memerlukan penggunaan “x”.

Matematika sebagai ilmu yang lahir dari pemikiran manusia adalah sangat tergantung dari pondamen pikir seseorang.

B.  Persoalan-Persoalan pokok dalam Pengembangan Pendidikan Matematika
Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Siswa dan mahasiswa lebih diposisikan sebagai pengguna ilmu. Akibat dari itu sering ditemui siswa atau mahasiswa tidak mampu memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap sebuah soal dalam matematika. Misalnya, betapa para siswa SMA dan mahasiswa akan dengan mudah dan dipastikan benar, manakala diminta untuk mengerjakan soal determinan dari sebuah matrik. Tetapi ketika ditanya lebih lanjut apa makna dan pengertian dari determinan yang telah dikerjakannya itu, hampir dapat dipastikan, tidak ada yang mengerti. Inilah problem dasar pada pendidikan matematika, Siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Terhadap kelemahan itu, perlu ada perubahan paradigma dan cara pandang baru tentang bagaimana unsur-unsur filsafat itu bisa diberikan kepada siswa dan mahasiswa dan tidak melakukan perubahan terhadap kurikulum matematika yang sudah ada, ini ditujukan kepada para guru dan dosen agar apa yang diberikan kepada para peserta didiknya harus dilengkapi dengan berbagai penjelasan dan latar belakang terhadap sebuah rumus yang telah diyakininya itu, sebagai sebuah pengetahuan filsafat.
Dunia pendidikan matematika inovatif kontemporer ada yang secara intensif ada juga yang ekstensif. Dunia pendidikan matematika inovatif kontemporer secara intensif merupakan suatu dunia pendidikan dimana dalam pelaksanaan proses pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan dan pikirannya secara dalam sedalam- dalamnya untuk menerapkan konsep- konsep yang ada dalam matematika untuk digunakan secara maksimal oleh dirinya sendiri. Sedangkan dunia pendidikan matematika inovatif kontemporer secara ekstensif adalah suatu dunia pendidikan dimana dalam pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar matematika, siswa dan guru harus berperan aktif dalam menggunakan kemampuan dan pemikirannya secara luas seluas- luasnya untuk memanfaatkan dan menerapkan konsep- konsep yang ada dalam matematika untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari- hari dan kehidupan sosial bermasyarakat.

Proses pendidikan matematika bukan semata-mata mengajarkan. Tetapi pemahaman konsep matematika diberikan secara lebih jelas yang selama ini tidak pernah terungkap di sekolah-sekolah. mengajarkan matematika secara konvensional berbeda dengan menggunakan filsafat matematika.

Perbedaan mengajar matematika secara konvensional dan bagaimana metodologi dalam pendidikan filsafat matematika pada contoh di bawah ini:

Berapakah 2% dari 1000?
Mengajar Matematika Konvensional
Untuk mendapatkan bilangan 2% dari 1000 adalah dengan cara mengalikan 2% dengan 1000

2% x 1000
2/100 x 1000
2 x 10 = 20

Jadi 2% dari 1000 adalah 20.

Mendidik dengan Filsafat Matematika

"Anak-anak, sekarang kalian akan mempelajari Persentase."
"Pelajaran tentang apa itu, pak?"
"Prosentase adalah bagian dari pelajaran matematika yang membicarakan tentang suatu bagian tertentu untuk setiap jumlah 100."
"Maksudnya?"
"Nah, supaya kalian memahaminya, mari kita lihat pengertian persentase langsung pada materi soal. Misalnya berapakah 2% dari 1000?"

Pertama, pahamilah bahwa 2% adalah mengandung pengertian SETIAP 100 ADA 2. Atau dapat juga dikatakan setiap 100 berkurang 2.

Kedua, jika kalian ingin mengetahui berapakah 2% dari 1000, maka konsepnya adalah: SETIAP 100 BERKURANG 2

Jadi jika 1000 maka kalian dapat menghitung dengan cara:

100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
100 => 2
_______ +
1000 => 20

"Nah, kalian sekarang bisa mengetahui bahwa 2% dari 1000 itu adalah 20, bukan? Itulah konsep persentase yang sebenarnya"
"Namun, jika kalian ingin lebih mudah menemukan bilangan 2% dari 1000, sebenarnya kalian bisa langsung mengalikan kedua bilangan tersebut. Berikut caranya."

2% adalah setiap 100 ada 2, ditulis 2/100 (baca: dua per seratus).

2/100 x 1000
2 x 10
20

"Jadi dengan cara mengalikan langsung hasilnya lebih mudah dihitung ya? Tapi, memahami rahasia di balik konsep Persentase akan membuat kalian lebih mudah menguasai matematika."

Jika kita tidak memahami latar belakang suatu teori atau konsep matematika, tentu kita hanya menghafalkan rumus. Inilah penyebab mengapa matematika itu susah dipahami konsepnya. Terkadang ketika kita mengajarkan matematika tanpa pemahaman konsep bisa memberikan pengertian yang salah.

Contoh sederhananya:
Jika kita tahu bahwa konsep perkalian adalah penjumlahan berulang, mengapa kaita harus membedakan 1 x 3 dan 3 x 1 ? Bukankah hasilnya sama saja?
Dalam filsafat matematika, kita memahaminya dengan cara mengambil perumpamaan berikut:
Samakah makna JAM EMPAT dan EMPAT JAM?
Kata pembentuknya sama, yaitu kata JAM dan kata EMPAT. Tetapi maknanya pasti berbeda jika letaknya diubah. JAM EMPAT menyatakan "pukul" empat. Sedangkan EMPAT JAM bermakna "waktu tempuh, durasi atau lamanya suatu proses".
Makna ini sama dengan konsep perkalian pada soal 1 x 3 dan 3 x 1, masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1 x 3 = 3
3 x 1 = 1 + 1 + 1
Maknanya berbeda meski hasilnya sama. Jika diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Jika kita diminta dokter meminum obat dengan dosis 1 x 3 maka maknanya adalah kita harus meminum obat tersebut 1 kali saja sebanyak 3 tablet sekaligus!
Coba dosisnya diubah menjadi 3 x 1. Makna dosis obat tersebut adalah 1 tablet diminum pagi, 1 tablet diminum siang dan 1 tablet lagi diminum malam hari.
Dosis mana yang tepat?.

Itulah pentingnya menelusuri rahasia di balik konsep matematika. Penyampaian materi pelajaran matematika menjadi sangat menarik dan kaya khasanah penemuan konsep dan rumus-rumus matematika dasar sehingga siswa sangat menyukai dan menumbuhkan semangat eksplorasi dunia angka, bilangan dan konsep matematika yang lebih rumit. Penyampaian suatu materi pelajaran matematika menjadi lebih lama dibandingkan penyampaian materi dengan metode biasa (konvensional). Namun, dengan implementasi filsafat sebagai latar belakang lahirnya suatu konsep matematika, maka setiap siswa mampu dan mau mempelajarinya sampai tuntas dan mencintai matematika dengan lebih mendalam